yang beredar dari fraksigerindra.id menunjukkan sebuah gambaran yang signifikan untuk peta politik global tahun 2025: urutan pidato kepala negara dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam ilustrasi tersebut, tercantum nama Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan yang menjadi sorotan adalah Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Kehadiran nama Prabowo pada urutan ketiga bukan sekadar informasi protokoler, melainkan sebuah simbol dan proyeksi posisi Indonesia yang semakin sentral dan diperhitungkan dalam percaturan diplomasi dunia.

Sidang Umum PBB sebagai panggung tertinggi diplomasi multilateral selalu menjadi ajang bagi para pemimpin untuk menyampaikan visi, menegaskan kebijakan luar negeri, dan membangun pengaruh. Urutan pembicara, meski sering diatur berdasarkan berbagai faktor seperti protokol, keseimbangan regional, dan tingkat urgensi isu, tetap memancarkan aura pentingnya sebuah negara pada tahun tersebut.
Penempatan Prabowo Subianto setelah dua raksasa politik dan ekonomi global Brasil di bawah Lula yang vokal mengenai keadilan global dan AS di bawah Trump dengan kebijakan “America First”-nya yang selalu menarik perhatian mengisyaratkan beban sekaligus kepercayaan yang besar. Ini mencerminkan ekspektasi komunitas internasional terhadap Indonesia di bawah kepemimpinannya. Indonesia, dengan statusnya sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, kekuatan ekonomi emerging market, dan peran aktifnya sebagai penjaga perdamaian, diproyeksikan akan menjadi “pendamai” atau “penyeimbang” dalam gejolak politik internasional.
Pidato Prabowo di forum ini akan menjadi momen bersejarah untuk pertama kalinya ia menyampaikan visi Indonesia di hadapan dunia sebagai presiden. Isu-isu yang kemungkinan besar akan diangkat tidak jauh dari komitmen Indonesia membangun tata kelola dunia yang lebih adil, perdamaian di Gaza dan Ukraina, kerja sama ekonomi selatan-selatan, serta transisi energi berkelanjutan yang inklusif. Momen ini adalah kesempatan emas untuk memperkuat posisi Indonesia bukan hanya sebagai middle power, tetapi sebagai kekuatan normatif yang membawa suara Global South.
Lebih dari sekadar daftar nama, ini adalah sebuah narasi tentang kebangkitan diplomasi Indonesia. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah membangun fondasi yang kuat dengan berbagai kemitraan strategis dan kebijakan luar negeri yang independen dan aktif. Tugas Prabowo adalah meneruskan, dan mungkin mengakselerasi, warisan diplomasi ini ke level yang lebih tinggi. Kehadirannya di antara Lula dan Trump dua figur yang karismatik dan sering kali kontroversial menunjukkan bahwa Indonesia siap berdiri sejajar dan berdialog dengan siapa pun untuk kepentingan nasional dan perdamaian dunia.
Urutan ketiga ini, jika direalisasikan, akan menjadi panggung untuk menunjukkan kapasitas Indonesia dalam merumuskan solusi atas tantangan global yang kompleks. Dengan demikian, ini bukan sekadar pengumuman, melainkan sebuah preview dari era baru politik luar negeri Indonesia, di mana suaranya akan lebih lantang, strateginya lebih tajam, dan perannya lebih menentukan dalam membentuk masa depan dunia yang lebih stabil dan sejahtera.